Terungkap Kecurangan Penggelembungan Suara dalam Pemilu 2024 di Surabaya


Edy Sucipto dan Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Korwil Jatim, Heru Satriyo saat menghadiri undangan klarifikasi di Kantor Bawaslu Surabaya, Jumat (22/3)

MERAHPUTIH I SURABAYA - Hari ini, Jumat (22/3) Edy Sucipto menghadiri undangan klarifikasi di Kantor Bawaslu Surabaya, menjadi sorotan utama dalam upaya membongkar dugaan penggelembungan suara dalam Pemilu 2024 di Wilayah Surabaya.

Edy Sucipto, yang merupakan pelapor utama dalam kasus ini, didampingi oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Koordinator Wilayah Jatim. Mereka membawa laporan terkait dugaan penambahan suara di tiga kecamatan.

Proses klarifikasi berlangsung selama kurang lebih 1,5 jam, di mana Edy diperiksa terkait temuan di dua kecamatan, yaitu Bulak, Wonocolo  dan Gunung Anyar. Dia mengungkapkan ketidaksesuaian hasil data pencoblosan antara C1 dan DA1 serta berani melaporkan meskipun KPU telah melakukan rekapitulasi pleno final.

"Ketidaksesuaian data antara C1 dan DA1, terutama dengan adanya penambahan suara, menjadi dasar laporan saya. Ini merupakan pelanggaran yang tidak bisa diabaikan," ujar Edy kepada wartawan.

Menurut Edy, penemuan awal penggelembungan suara terjadi di Kecamatan Bulak dan Gunung Anyar, dengan selisih per TPS mencapai 5-20 suara. Hal ini memicu keberatan Edy, yang kemudian melaporkan hal tersebut kepada Bawaslu Surabaya.

Sementara, Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Korwil Jatim, Heru Satriyo, mengungkapkan temuan signifikan terkait dugaan kecurangan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) di Surabaya. Heru menyatakan adanya indikasi manuver perubahan suara yang dapat dilakukan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) sewaktu-waktu.

Menurut Heru, temuan tersebut terjadi terutama di Kecamatan Wonocolo dan Sukolilo, Dapil 3 Surabaya. Namun, ia yakin bahwa kecurangan serupa juga terjadi secara masif di semua Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Surabaya.

"Dalam pemeriksaan yang kami lakukan, kami melihat adanya kemungkinan perubahan suara yang bisa dilakukan secara tidak wajar oleh seorang PPK. Ini merupakan hal yang sangat mengkhawatirkan," ujar Heru di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Surabaya.

Heru juga menyebut bahwa aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) tingkat kecamatan memiliki keterkaitan yang kuat dengan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) di divisi teknis. Sementara di Bawaslu, aplikasi ini berhubungan dengan koordinator penanganan pelanggaran data dan informasi.

"Dalam beberapa kejadian yang kami tangkap, terjadi perubahan data secara tidak sah yang kemudian dapat dinormalkan kembali. Ini menunjukkan adanya kerja sama negatif yang merugikan integritas proses demokrasi," tambahnya.

Dalam klarifikasi tersebut, Heru juga mengungkapkan dugaan terhadap oknum salah satu partai politik terbesar di Surabaya yang diduga terlibat dalam kecurangan. Temuan MAKI menunjukkan adanya penambahan suara yang signifikan baik untuk partai politik maupun calon anggota legislatif.

"Kami tidak menyalahkan PDIP sebagai lembaga partai politik, tetapi kami mempermasalahkan temuan yang mengarah pada dugaan pelanggaran," tegasnya.

Heru menekankan bahwa laporan ini tidak akan langsung berimbas pada proses pleno rekapitulasi baik di tingkat kota maupun pusat. Namun, ia memperingatkan bahwa tindakan hukum tetap dapat diambil.

"Walaupun hasil pleno tidak selalu dapat membenarkan pelanggaran yang terjadi, pengadilan rakyat tetap menjadi pilihan untuk menegakkan keadilan," paparnya.

Laporan sengketa Pemilu ini akan segera dikirim ke Jakarta. Heru menegaskan kesiapan MAKI Jatim untuk mengikuti prosedur sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) dan mendampingi para pelapor dalam proses tersebut.

Dengan demikian, dugaan kecurangan dalam Pemilu di Surabaya menjadi sorotan serius yang membutuhkan tindak lanjut yang tepat untuk menjaga integritas demokrasi di tingkat lokal maupun nasional.

Pada kesempatan yang sama,  Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi Bawaslu Surabaya, M Agil Akbar akan mengkaji dugaan pidana pelanggaran Pemilu ini. Ada empat saksi dari pelapor.

"Laporan diterima, kita panggil pelapor, saksi dan nanti akan kita panggil terlapor," katanya.

Bawaslu Surabaya dalam struktur penanganan pelanggaran akan mengundang beberapa pihak. Dari pelapor, terlapor maupun saksi-saksi. Kemungkinan juga ada pihak lain yang dibutuhkan keterangannya.

Pelapor menyebut ketentuan pidana Pemilu. Berdasarkan Peraturan Bawaslu Nomor 3 Tahun 2023 pidana Pemilu berkaitan dengan Gakkumdu. Maksimal penanganan laporan pelanggaran Pemilu diproses maksimal 14 hari sejak laporan.

"Nanti akan kita kaji lebih dalam dengan Gakkumdu," kata Agil.

Hingga saat ini, Bawaslu Surabaya mencatat telah ada 27 laporan pelanggaran sejak awal Pemilu yang masuk meja. Laporan paling banyak terkait rekapitulasi suara di Kota Surabaya.

"Sampai sekarang sudah tertangani masih 18. Sedangkan Pak Edy merupakan laporan 13 dan 15," Jelas Agil. (red)