Eksekusi Gregorius Ronald Tannur: Sorotan Kasus Penganiayaan Hingga Gugatan Integritas Peradilan

Kajati Jawa Timur, Mia Amiati memberikan keterangan kepada wartawan terkait penangkapan terpidana Ronald Tannur di Surabaya, Minggu (27/10/2024).
MERAHPUTIH I SURABAYA - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur akhirnya mengeksekusi Gregorius Ronald Tannur, yang terlibat dalam kasus penganiayaan yang berujung pada kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Eksekusi tersebut dilakukan oleh Tim Kejaksaan pada Minggu (27/10) di kediaman Tannur di Surabaya. Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mia Amiati, mengonfirmasi eksekusi yang dilakukan dengan pengamanan ketat oleh aparat gabungan dari Kejaksaan dan TNI.
"Gregorius kami eksekusi melalui Tim Kejati di kediamannya hari ini,” ujar Mia Amiati. Ia menambahkan bahwa pengamanan ekstra dilakukan untuk memastikan proses eksekusi berjalan lancar dan sesuai prosedur.
Eksekusi ini sempat tertunda lantaran upaya penundaan dari pihak Tannur, namun Mia menegaskan bahwa seluruh prosedur dilakukan sesuai dengan Standar Operasi Prosedur (SOP) yang berlaku. "Meski ada upaya penundaan, kami berpegang teguh pada SOP yang ditetapkan," ujarnya. Menurut Mia, dalam catatan administrasi perkara, Tannur tercatat memiliki dua alamat resmi, yakni di Surabaya dan Nusa Tenggara Timur.
Gregorius Ronald Tannur sebelumnya divonis hukuman lima tahun penjara atas kasus penganiayaan yang menyebabkan meninggalnya Dini Sera Afrianti. Namun, keputusannya untuk bebas oleh Pengadilan Negeri Surabaya memicu gelombang protes publik, terutama setelah muncul dugaan adanya suap dalam proses persidangan yang melibatkan tiga hakim yang menangani kasus ini.
Belakangan, tiga hakim yang terlibat dalam persidangan yang berinisial ED, AH, dan M ditangkap oleh Tim Jampidsus Kejaksaan Agung. Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jampidsus, mengonfirmasi bahwa ketiga hakim tersebut kini ditahan dengan dugaan menerima suap dalam penanganan kasus Tannur. “Ketiga hakim tersebut (ED, AH, dan M) telah ditangkap,” ungkap Abdul Qohar dalam konferensi pers. Hakim-hakim tersebut dikenai Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penangkapan tidak berhenti di situ, sebab seorang pengacara dengan inisial LR yang diduga terlibat dalam peristiwa suap tersebut juga ditahan di Jakarta. Penahanan ini menguatkan dugaan adanya praktik korupsi dalam sistem peradilan kasus Tannur, yang menuai keprihatinan masyarakat luas.
Kasus Gregorius Ronald Tannur bukan hanya perkara pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa, tetapi juga menjadi ujian besar bagi integritas sistem hukum di Indonesia. Pasca penangkapan ketiga hakim, publik kembali mempertanyakan transparansi dan kejujuran di dalam sistem peradilan, khususnya pada kasus-kasus yang menarik perhatian publik.
Menyikapi kasus ini, Mia Amiati menyatakan bahwa pihaknya akan terus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain yang terindikasi melakukan praktik korupsi. “Kami berkomitmen untuk menindak tegas siapa pun yang mencoba mengganggu keadilan, baik dari pihak dalam maupun luar,” tegas Mia. Pernyataan ini memperlihatkan upaya Kejaksaan Tinggi untuk memperbaiki citra sistem peradilan dengan tindakan yang lebih tegas dan transparan.
Kasus Tannur kini menjadi salah satu pengingat keras bagi semua pihak di dalam sistem hukum Indonesia akan pentingnya menjaga integritas dan kepercayaan publik. Sanksi hukum yang berat diharapkan dapat memberikan efek jera, tidak hanya kepada para pelaku utama kasus, tetapi juga bagi pihak-pihak lain yang mungkin tergoda untuk mempermainkan proses hukum demi keuntungan pribadi.
Publik menanti langkah-langkah selanjutnya dari Kejaksaan Agung dan pihak terkait dalam menyelesaikan kasus ini dengan tuntas, sekaligus mencegah kasus serupa terjadi di masa mendatang. Integritas hukum yang kokoh menjadi tumpuan agar keadilan tetap terjaga dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum dapat kembali pulih. (red)