Surabaya Bertekad Eliminasi TBC: Kolaborasi dan Inovasi Jadi Kunci


kolaborasi dan sinergi bersama unsur hexa helix melalui optimalisasi komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) videografi Orkestra Cinta Merdeka TBC, di Graha Sawunggaling, Senin (20/1/2025).

MERAHPUTIH I SURABAYA -  Pemerintah Kota Surabaya tak henti-hentinya menggencarkan langkah strategis dalam mencegah dan mengendalikan penyebaran Tuberkulosis (TBC). Melalui kolaborasi lintas sektor, program edukasi Orkestra Cinta Merdeka TBC di Graha Sawunggaling, Senin (20/1/2025), menjadi salah satu upaya nyata yang diinisiasi.

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan bahwa upaya eliminasi TBC menjadi prioritas dalam rangka mendukung target nasional pada 2030.

“Kami berkomitmen untuk menghilangkan stigma dan mempercepat penanganan. TBC bukan hanya tantangan kesehatan, tetapi juga tantangan sosial,” ujarnya.

Dalam penyuluhan ini, Pemkot mengoptimalkan komunikasi dan edukasi melalui media sosial, menyasar masyarakat luas hingga tingkat RW. Program RW 1 Nakes 1, menurut Wali Kota Eri, merupakan pendekatan strategis yang memungkinkan deteksi dini penyakit, termasuk TBC, di tingkat komunitas.

“Di setiap RW, kita bisa memantau kondisi kesehatan warganya. Dengan pendekatan ini, kami berharap kasus TBC dapat dikendalikan tanpa ada diskriminasi,” jelasnya.

Tak hanya itu, Direktur RS Universitas Airlangga, Prof. Dr. Nasronuddin, turut mendukung upaya ini dengan menciptakan lagu bertema TBC, sebagai bagian dari kampanye melawan stigma.

Kepala Dinas Kesehatan Surabaya, Nanik Sukristina, menyebut bahwa stigma terhadap penderita menjadi hambatan utama dalam pengendalian TBC.

“Masih banyak pasien yang enggan mengaku dan menjalani pengobatan. Padahal, dengan pengobatan rutin selama enam bulan, TBC bisa disembuhkan,” terangnya.

Berdasarkan data tahun 2024, Surabaya mencatat 11 ribu kasus TBC dari target 16 ribu kasus secara nasional. Tantangan terbesar adalah memastikan pasien menyelesaikan pengobatan agar tidak terjadi resisten obat.

Program ini melibatkan unsur pemerintah, swasta, komunitas, hingga media. Selain itu, skrining massal rutin dilakukan mengingat Surabaya adalah pusat rujukan kesehatan di Indonesia Timur.

“Dengan kolaborasi antar sektor, kami yakin eliminasi TBC bukan sekadar target, tetapi bisa menjadi kenyataan. Masyarakat harus paham, TBC bukan akhir segalanya, asalkan ditangani dengan tepat,” pungkas Nanik.

Pemkot Surabaya optimistis, melalui pendekatan inklusif dan inovatif, eliminasi TBC dapat tercapai, sekaligus mengubah stigma menjadi harapan baru bagi penderita. (red)