Mahasiswa Untag Surabaya Ciptakan Alat Deteksi Kualitas Minyak Goreng Berbasis Fuzzy


Adhitiya Dwijaya Ariyanto, mahasiswa Program Studi Teknik Elektro Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, yang berhasil menciptakan alat pendeteksi kualitas minyak goreng sawit

 

MERAHPUTIH I SURABAYA – Inovasi terus bermunculan dari dunia akademik. Salah satunya datang dari Adhitiya Dwijaya Ariyanto, mahasiswa Program Studi Teknik Elektro Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, yang berhasil menciptakan alat pendeteksi kualitas minyak goreng sawit. Alat yang diberi nama "Deteksi Kualitas Minyak Goreng Sawit Berdasarkan Warna, Kejernihan, dan Bau Berbasis Fuzzy" ini menjadi salah satu tugas akhir yang menarik perhatian menjelang wisuda.

Adhitiya mengungkapkan bahwa ide ini muncul saat dirinya menjalani magang di sebuah perusahaan minyak goreng saat masih menempuh pendidikan Diploma 3 di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS). Di sana, ia mengamati bahwa minyak goreng baru tanpa pewarna memiliki warna kuning cerah, sedangkan minyak yang digunakan berulang kali berubah menjadi coklat pekat.

“Saya mulai bertanya-tanya, apakah perubahan warna ini memengaruhi kualitas minyak? Dari situ, saya ingin mencari cara untuk menentukan apakah minyak masih layak digunakan atau tidak,” jelas Adhitiya.

Dengan bimbingan dosen Lutfi Agung Swarga, S.T., M.T., dan Ir. HM Balok Hariadi, M.Sc., Adhitiya mulai meneliti standar kualitas minyak goreng sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Dari berbagai parameter yang ada, ia memilih tiga faktor utama yang bisa diuji menggunakan alat sederhana, yaitu warna, kejernihan, dan bau.

“Ketiga parameter ini bisa dideteksi dengan sensor, lalu datanya dianalisis menggunakan fuzzy logic untuk menentukan apakah minyak masih aman digunakan,” paparnya.

Metode fuzzy logic dipilih karena dapat mengolah banyak variabel input untuk menghasilkan keputusan yang lebih akurat. Adhitiya merancang alatnya menggunakan sensor warna, sensor kejernihan, dan sensor gas untuk mendeteksi bau. Dalam waktu enam bulan, ia berhasil menyelesaikan alat tersebut, termasuk pengembangan perangkat keras, pemrograman mikrokontroler, serta antarmuka grafis (GUI) menggunakan MATLAB.

Untuk menguji alat ini, Adhitiya menggunakan berbagai sampel minyak goreng, baik yang masih baru maupun yang sudah digunakan berulang kali. Ia juga menggoreng beberapa jenis makanan, seperti telur, tahu, tempe, ayam, terong, dan ikan, guna melihat pengaruhnya terhadap kualitas minyak.

“Hasilnya menunjukkan bahwa minyak yang digunakan untuk menggoreng ayam dan ikan lebih cepat keruh dibandingkan dengan bahan lainnya karena kandungan lemak dan residu dari makanan tersebut,” ungkapnya.

Menyelesaikan penelitian ini bukan tanpa hambatan. Adhitiya harus membagi waktu antara kuliah, penelitian, dan pekerjaan sebagai mahasiswa kelas sore. Namun, kerja kerasnya berbuah manis. Ia berhasil menyelesaikan studinya dalam waktu 2,5 tahun dengan IPK 3,49.

Dosen pembimbing awalnya menyarankan agar alat ini dibuat dalam bentuk portable, sehingga bisa digunakan oleh BPOM untuk memeriksa minyak goreng yang digunakan oleh pedagang kaki lima. Namun, karena keterbatasan dana dan teknologi, alat ini masih diperuntukkan bagi skala rumah tangga.

“Semoga alat ini bisa dikembangkan lebih lanjut agar lebih praktis dan bisa digunakan oleh masyarakat luas,” harapnya.

Sebagai seseorang yang lahir di Surabaya, 22 Maret 1995, Adhitiya berharap inovasinya dapat meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama ibu rumah tangga, akan pentingnya menggunakan minyak goreng yang sehat.

“Minyak goreng idealnya hanya digunakan sekali saja. Semoga alat ini bisa membantu masyarakat lebih peduli terhadap kesehatan mereka,” pungkasnya. (red)