Pemerintah Atur Distribusi Elpiji 3 Kg, Warga Keluhkan Kelangkaan


sejumlah wilayah di Indonesia mulai merasakan kelangkaan gas elpiji 3 kilogram.

MERAHPUTIHSURABAYA - Seiring dengan kebijakan baru yang diterapkan pada 1 Februari 2025, sejumlah wilayah di Indonesia mulai merasakan kelangkaan gas elpiji 3 kilogram. Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatur bahwa pengecer tidak lagi diperbolehkan menjual elpiji bersubsidi tersebut, kecuali jika terdaftar sebagai pangkalan resmi atau subpenyalur Pertamina.

Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menjelaskan bahwa pengecer yang ingin tetap berjualan elpiji 3 kg harus mendaftar sebagai pangkalan dengan nomor induk perusahaan.

"Pengecer yang ingin menjual gas elpiji bersubsidi harus terdaftar sebagai pangkalan resmi," ungkap Yuliot. Pendaftaran pangkalan dapat dilakukan melalui sistem Online Single Submission (OSS) untuk memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB).

Kebijakan ini bertujuan agar distribusi elpiji subsidi tepat sasaran, serta untuk menekan potensi penyimpangan dalam distribusi dan harga.

"Rantai distribusi yang lebih pendek ini diharapkan dapat menjaga agar harga elpiji 3 kg sesuai dengan ketetapan pemerintah," jelasnya.

Pentingnya pengawasan ini dituangkan dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2023 yang mengatur bahwa penjualan elpiji 3 kg hanya boleh dilakukan oleh subpenyalur yang memiliki NIB. Pertamina diharapkan melaporkan daftar subpenyalur tersebut kepada Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM.

Meski kebijakan ini mulai diterapkan, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, membantah bahwa elpiji 3 kg sedang mengalami kelangkaan.

"Elpiji tetap tersedia, yang sekarang sedang kami atur adalah tata kelola distribusinya agar tidak ada oknum yang menaikkan harga," tegasnya. Bahlil juga memastikan bahwa stok elpiji aman hingga bulan Ramadan dan tidak ada pengurangan kuota subsidi.

Namun, di lapangan, banyak pedagang kecil yang merasa keberatan dengan kebijakan tersebut. Fatoni, seorang pemilik toko kelontong di Rungkut Surabaya, menyatakan ketidaksetujuannya.

"Selama ini kami membeli dari agen atau pangkalan dan menjualnya ke masyarakat. Kebijakan ini sangat merugikan pedagang kecil," katanya. Ia menambahkan bahwa selisih harga antara pengecer dan pangkalan sangat kecil, sehingga kebijakan ini akan mempersulit mereka.

Di sisi lain, Muis, seorang pembeli yang bekerja sebagai pedagang nasi goreng gerobak, berharap pasokan elpiji 3 kg tidak terganggu.

"Gas 3 kg sangat penting bagi kami, jadi saya berharap tidak ada kelangkaan," ujarnya.

Kebijakan ini masih menuai pro dan kontra, namun pemerintah berharap dapat meningkatkan pengawasan dan kepastian harga bagi masyarakat. (red)