Hasto Kristiyanto Hadapi Sidang, Klaim Kriminalisasi dan Penyalahgunaan Kekuasaan

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Hasto Kristiyanto, saat di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025).
MERAHPUTIH I JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menegaskan keyakinannya terhadap independensi lembaga peradilan. Menjelang persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Jumat (15/3), Hasto menyampaikan harapannya agar hukum tetap menjadi panglima dalam kasus yang menyeret namanya.
Hasto didakwa terkait dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi yang melibatkan Harun Masiku serta pemberian suap. Namun, menurutnya, perkara ini tidak menimbulkan kerugian negara, sehingga seharusnya tidak menjadi prioritas dalam penegakan hukum.
Dalam pernyataannya, Hasto menilai bahwa kasus yang menimpanya sarat dengan nuansa politis dan upaya kriminalisasi. Ia menyebut bahwa hampir seluruh isi surat dakwaan yang ditujukan kepadanya merupakan produk daur ulang dari perkara yang telah memiliki putusan hukum tetap (inkrah).
“Semua ini adalah produk daur ulang dari perkara yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah,” ujar Hasto di hadapan awak media sebelum memasuki ruang sidang.
Lebih lanjut, ia menganggap proses P21 (kelengkapan penyidikan) terhadap dirinya terkesan dipaksakan. Sebab, saat itu ia tengah dalam kondisi kurang sehat akibat radang tenggorokan dan kram perut setelah berolahraga. Namun, meski dalam keadaan sakit, proses hukum terhadapnya tetap berjalan tanpa mempertimbangkan hak-hak dasar yang seharusnya ia peroleh sebagai terdakwa.
Hasto juga mempertanyakan kecepatan penyelesaian berkas perkaranya. Ia membandingkan bahwa rata-rata kasus yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membutuhkan waktu sekitar 120 hari untuk dinyatakan lengkap. Namun, dalam kasusnya, proses P21 hanya berlangsung sekitar dua minggu.
“Ini bentuk penyalahgunaan kewenangan, kriminalisasi politik, dan menciptakan ketidakpastian hukum,” imbuhnya.
Selain itu, ia juga menyoroti adanya sekitar 20 perbedaan keterangan antara surat dakwaan yang ditujukan kepadanya dengan keterangan saksi serta putusan pengadilan yang telah lebih dahulu inkrah. Baginya, hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa kasusnya bukanlah murni perkara hukum, melainkan bagian dari permainan politik.
Sebagai seorang politisi, Hasto menyatakan bahwa dirinya akan menghadapi persidangan dengan kepala tegak. Ia berjanji akan memperjuangkan nilai-nilai demokrasi dan konstitusi, serta menegakkan peradaban hukum yang adil di Indonesia.
“Hakim dalam mengambil keputusan selalu menyatakan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka, saya yakin hukum akan tetap berpihak pada keadilan,” tegasnya.
Kasus ini pun menjadi sorotan banyak pihak. Para pendukung Hasto menilai bahwa penegakan hukum seharusnya tidak dijadikan alat politik untuk menjatuhkan seseorang. Di sisi lain, KPK tetap kukuh bahwa kasus ini murni berdasarkan proses hukum yang sah. (red)