Bantah Dakwaan Jaksa, Gus Muhdlor Siapkan Saksi Fakta dan Saksi Ahli


Gus Muhdlor menyiapkan saksi fakta dan saksi ahli untuk diajukan dalam persidangan

MERAHPUTIH I SURABAYA - Eks Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor) menyiapkan saksi fakta dan saksi ahli untuk diajukan dalam persidangan lanjutan kasus dugaan pemotongan dana insentif pajak di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.

Para saksi tersebut akan diajukan pada agenda persidangan lanjutan, Senin (25/11/2024) pekan depan. "Akan kami ajukan saksi fakta dan saksi ahli, sekitar 2 atau 3 orang," kata Kuasa Hukum Gus Muhdlor Mustofa Abidin, usai sidang, Senin (18/11/2024).

Dia berharap, saksi yang dihadirkan akan membuka semua fakta dugaan pemotongan dana insentif pegawai seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hingga saat ini, JPU sudah menghadirkan ratusan saksi yang sebagian besar adalah pegawai BPPD Sidoarjo, termasuk pegawai Pemkab Sidoarjo, dan pegawai KPP Pajak Pratama Sidoarjo Barat.

Saat diberi kesempatan memberi tanggapan atas kesaksian para saksi khususnya soal tagihan pajak Rp 26 miliar, Gus Muhdlor menyesalkan keterangan sejumlah saksi yang dianggap kurang tepat dan berbeda dari kesaksian sebelumnya.

Ia menilai beberapa saksi memberikan informasi yang tidak akurat dan tidak sesuai dengan kenyataan.

“Saya bisa pisah dengan anak-anak saya selama beberapa tahun jika anda tidak mengatakan hal yang sebenarnya. Karma itu ada, sekali lagi saya katakan karma itu pasti,” ujar Gus Muhdlor dengan tegas.

Awal mula nominal Rp 26 juta yang muncul sebagai pembayaran pajak usaha Gus Muhdlor di kantor pajak Pratama Sidoarjo Barat berawal ketika pihaknya menerima kabar tunggakan pajak usaha senilai Rp 131 juta.

Padahal, saat itu terdakwa Gus Muhdlor merasa tidak memiliki bidang usaha. Apalagi tunggakan pajak dengan nilai ratusan juta rupiah tersebut. Dikatakan Mustofa dari situ tersangka Ari Suryono dipanggil untuk diminta melakukan mediasi atas kebenaran munculnya tunggakan pajak tersebut.

"Ari Suryono ini diminta Gus Muhdlor untuk mencari tahu dan menyelesaikan sebab dari munculnya tunggakan pajak itu, dalam perjalanan waktu Ari Suryono bersama sejumlah pegawai Pajak Pratama Sidoarjo Barat melakukan mediasi atas hal itu, dari hasil klarifikasi itu muncullah billing pembayaran dengan nominal Rp 26 juta dari Rp 131 juta yang disangkakan. 

"Namun, pembayaran yang dilakukan Ari Suryono tidak melalui keputusan Gus Muhdlor. Padahal Ari Suryono ini ditugasi untuk menyelesaikan tunggakan pajak yang begitu besar, bukan untuk membayarnya," kata Mustofa.

Mustofa menjamin, bahwa apa yang dilakukan Ari Suryono melalui pegawainya untuk membayar atau memberikan uang senilai Rp 26 juta kepada Kantor pajak Pratama Sidoarjo Barat murni inisiatif pribadi tanpa sepengetahuan kliennya.

Dalam perkara ini, Muhdlor dikenakan dakwaan pertama karena melanggar Pasal 12 huruf F jo Pasal 16 UU RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. 

Dakwaan kedua, terdakwa Ahmad Muhdlor didakwa melanggar Pasal 12 Huruf E jo Pasal 18 UU RI 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati. 

Keduanya telah divonis hakim masing-masing hukuman 5 tahun dan 4 tahun penjara. Mereka terbukti memotong insentif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen mulai triwulan keempat tahun 2021 sampai triwulan keempat tahun 2023 dengan total Rp 8,544 miliar. (red)