KPK Telaah Kasus Nurhadi, Mengembangkannya ke Dugaan TPPU


Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi (rompi jingga). (KPK)

MERAHPUTIH| JAKARTA- Beberapa bukti kini masih ditelaah oleh komisi pemberantasan korupsi (KPK) untuk mengembangkan kasus mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Pengembangan kasus yang akan dilakukan KPK mengarah kepada dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

 "Terkait penerapan pasal TPPU, beberapa bukti petunjuk sudah kami kumpulkan, namun lebih dahulu akan ditelaah lebih lanjut terutama terkait dengan unsur tindak pidana asal atau 'predicate crime' dalam kasus tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Sebelumnya terkait dugaan TPPU Nurhadi, KPK juga telah menyita beberapa aset seperti lahan kelapa sawit di Padang Lawas, Sumatera Utara, vila di Megamendung, Kabupaten Bogor, dan belasan kendaraan mewah.

 

Selain itu, KPK juga telah melimpahkan berkas perkara Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dalam perkara suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada 2011-2016.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pun telah menetapkan sidang perdana terdakwa Nurhadi dan menantunya dengan agenda pembacaan dakwaan pada Kamis (22/10).

"Sesuai penetapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, persidangan perdana atas nama terdakwa Nurhadi dan kawan-kawan dengan agenda pembacaan surat dakwaan akan dilaksanakan Kamis (22/10) pukul 10.00 WIB," ujar Ali.

Ia mengatakan para terdakwa didakwa dengan dakwaan kesatu Pasal 12 huruf a atau kedua Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan dakwaan kedua Pasal 12 B UU Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Selain Nurhadi dan Rezky, KPK juga telah menetapkan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HS) sebagai tersangka. Saat ini, tersangka Hiendra masih menjadi buronan.

Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Adapun penerimaan suap tersebut terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar. (red)